JAKARTA – Serangan timbal balik antara Rusia dan Ukraina pada infrastruktur energi semakin memperburuk krisis yang telah berlangsung lama antara kedua negara tersebut. Dalam kejadian terbaru, Rusia melancarkan serangan yang merusak fasilitas produksi gas alam di wilayah Poltava, Ukraina. Serangan ini menggunakan taktik gabungan dari 19 rudal jelajah, balistik, dan rudal kendali, sebagaimana dilaporkan oleh angkatan udara Ukraina. Akibat serangan tersebut, Ukraina terpaksa memberlakukan pembatasan listrik darurat pada hari Selasa, 11 Februari 2025, menurut pernyataan Menteri Energi Ukraina, German Galushchenko.
"Musuh melancarkan serangan terhadap infrastruktur gas semalam," ujar Galushchenko dalam sebuah unggahan di media sosialnya. "Hingga pagi ini, sektor energi masih terus diserang," tambahnya.
Peningkatan Serangan pada Fasilitas Gas
Rusia yang sebelumnya memusatkan perhatian serangan pada sektor listrik Ukraina, kini tampaknya telah meningkatkan fokus mereka pada fasilitas penyimpanan dan produksi gas. Langkah ini menandai taktik baru dalam konflik berkepanjangan yang telah mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik di kawasan tersebut. Kantor berita Reuters melaporkan peningkatan signifikan dalam jumlah dan frekuensi serangan ini, menyiratkan kemungkinan eskalasi lebih lanjut di masa depan.
Di sisi lain, militer Ukraina melaporkan bahwa mereka telah melakukan serangan balasan pada sebuah kilang minyak di wilayah Saratov, Rusia, pada malam hari. Serangan ini memicu kebakaran yang dilaporkan menyebabkan gangguan signifikan di fasilitas tersebut. Ukraina menegaskan bahwa kilang tersebut memproduksi lebih dari 20 jenis produk minyak bumi dan berperan dalam mendukung pasokan untuk pasukan Rusia.
Gubernur regional Saratov, Roman Busargin, mengonfirmasi melalui aplikasi Telegram bahwa kebakaran di fasilitas industri tersebut telah berhasil dipadamkan. Namun, dia menolak untuk mengungkapkan nama fasilitas yang dimaksud, yang menambah spekulasi mengenai tingkat kerusakan yang sesungguhnya.
Respons dari Rusia
Menanggapi serangan ini, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan bahwa unit-unit pertahanan udara mereka berhasil mencegat dan menghancurkan 40 pesawat tak berawak Ukraina di atas wilayah Rusia. "Delapan belas drone dihancurkan di atas wilayah Saratov," ujar pihak kementerian. Selain itu, mereka menyebutkan bahwa sisanya dijatuhkan di empat wilayah lain di selatan dan barat Rusia.
Militer Rusia juga menyatakan bahwa pasukannya telah berhasil menguasai pemukiman Yasenove di Ukraina timur, menunjukkan adanya pergeseran kekuatan yang substansial di lapangan.
Dampak Diplomatik dan Konteks Internasional
Di tengah ketegangan yang semakin meningkat, diskusi diplomatik juga tengah berlangsung di panggung internasional. Wakil Presiden AS JD Vance dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akhir pekan ini di Jerman, di sela-sela Konferensi Keamanan Munich. Pertemuan ini diharapkan dapat membahas langkah-langkah diplomatik baru untuk meredakan ketegangan.
Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Ukraina mungkin akan "menjadi milik Rusia suatu hari nanti" dalam sebuah wawancara dengan Fox News. "Mereka mungkin membuat kesepakatan, mereka mungkin tidak membuat kesepakatan," kata Trump, menekankan ketidakpastian mengenai arah perang ke depannya.
Trump juga mengangkat isu perdagangan sumber daya alam Ukraina, seperti mineral langka, dengan imbalan dukungan militer AS. "Kita akan memiliki semua dana ini di sana, dan saya katakan saya menginginkannya kembali," ujarnya. "Dan saya mengatakan kepada mereka bahwa saya menginginkan hal yang setara, seperti tanah jarang senilai $500 miliar."
Konsultasi di Konferensi Keamanan Munich
Para penasihat senior Trump diperkirakan akan bertemu dengan Zelenskyy di sela-sela Konferensi Keamanan Munich. JD Vance bersama dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Letnan Jenderal Purnawirawan Keith Kellogg akan berkunjung ke Jerman untuk menghadiri pertemuan ini. "Mengetahui bagaimana prosesnya bekerja, mungkin akan lebih baik bagi Zelenskyy jika kita semua bertemu dan membicarakannya sebagai sebuah kelompok," kata Kellogg.
Dengan adanya berbagai perkembangan ini, baik diplomasi maupun militer, semakin jelas bahwa situasi antara Rusia dan Ukraina masih jauh dari resolusi damai. Dampaknya tidak hanya dirasakan di kedua negara tersebut, tetapi juga mengundang perhatian dan intervensi dari komunitas internasional yang lebih luas. Apakah tindakan ini mengarah kepada jalan damai atau justru semakin memperkeruh konflik masih menjadi tanda tanya besar. Namun, yang pasti, perhatian global akan semakin terpusat pada langkah-langkah selanjutnya dari kedua belah pihak.