PADANG,MINANG SATU– Kasus tambang ilegal di Solok Selatan (Solsel), Sumatera Barat (Sumbar) kembali mencuat seiring insiden tragis "Polisi Tembak Polisi" yang terjadi baru-baru ini.Perhatian publik dan pemerintah daerah tertuju pada eskalasi aktivitas tambang ilegal yang dinilai sudah sangat mengkhawatirkan. Melihat situasi ini, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar, khususnya dari Fraksi Gerindra, menuntut peningkatan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat.

Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Sumbar, Verry Mulyadi, menekankan perlunya penambahan alokasi anggaran untuk mengawasi area pertambangan. Selama ini, pengawasan dianggap minim dan belum optimal dalam mengatasi masalah lingkungan serta infrastruktur yang diakibatkan oleh praktik tersebut.

"Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, bisa mengganggu program Presiden untuk menghadirkan ketahanan pangan," ujar Verry Mulyadi, yang juga Sekretaris Komisi IV DPRD Sumbar, kepada sejumlah wartawan pada Kamis, 12 Desember 2024. Dia mendesak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk lebih proaktif mengatasi persoalan ini dan tidak sekadar bertindak seperti tak berurusan.

Verry juga membantah anggapan bahwa wewenang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkurang dalam pengawasan sesuai dengan undang-undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Bagi Verry, Dinas ESDM seharusnya tetap melakukan pengawasan agar operasi tambang ilegal dapat diminimalisir.

"Dinas ESDM Sumbar mestinya berjuang untuk mengusulkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)," ujar Verry Mulyadi. Menurutnya, pengusulan WPR merupakan langkah konkret melegalkan praktik penambangan dan mengurangi dampak negatif dari tambang ilegal. Sayangnya, hingga saat ini, Sumbar belum termasuk dalam daftar wilayah yang mengusulkan WPR ke Kementerian ESDM.

Persoalan tambang ilegal di Sumatera Barat, khususnya di Solok Selatan, sudah menjadi isu yang berlangsung selama puluhan tahun, terutama terkait dengan tambang emas dan galian C. Nurfirmanwansyah, anggota DPRD Sumbar dari daerah pemilihan (Dapil) VII Solok Raya, mengungkapkan harapannya agar Solsel dapat terbebas dari aktivitas penambangan ilegal.

"Dengan kasus 'Polisi Tembak Polisi', harapannya Solsel bersih dari ilegal mining," kata Nurfirmanwansyah. Dia mengingatkan pentingnya masyarakat di Solok Selatan untuk segera mengurus izin pertambangan agar kegiatan tersebut bisa dilakukan secara legal dan aman.

Dalam studi komparatif yang dilakukan Komisi IV DPRD Sumbar ke Jakarta, hanya beberapa daerah, seperti Agam, yang mengusulkan WPR. Verry Mulyadi mengkritik sikap apatis kota dan kabupaten lain mengenai hal ini. "Dengan tidak adanya usulan WPR, justru semakin maraknya tambang liar," tegasnya.

Masalah tambang ilegal ini tak hanya berdampak pada eksploitasi sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab, tetapi juga menimbulkan konflik horizontal hingga berujung pada kekerasan. Oleh karena itu, Verry dan para anggota DPRD Sumbar lainnya berharap pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan melibatkan masyarakat setempat, penegak hukum, dan semua pemangku kepentingan untuk mencari solusi terbaik.

Gerindra melalui Verry Mulyadi dan koleganya di DPRD Sumbar menegaskan pentingnya keberadaan WPR sebagai solusi untuk mengatasi tamparan buruk tambang ilegal. Dengan adanya wilayah pertambangan rakyat yang legal, masyarakat bisa berpartisipasi dalam pemanfaatan sumber daya mineral dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Seiring dengan upaya ini, diharapkan Dinas ESDM Sumbar akan lebih berperan aktif dan tidak sekadar menjadi lembaga administratif yang terpaku pada regulasi pusat tanpa melihat urgensi permasalahan di tingkat lokal. Melewati tata kelola yang baik, Sumatera Barat bisa menjadi contoh daerah yang sukses mengelola potensi tambangnya dan memajukan perekonomian masyarakat secara adil dan merata.