JAKARTA — Industri kaca di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait keberlanjutan pasokan gas bumi dan persaingan harga yang kompetitif. Dalam upaya mengatasi hal tersebut, Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) memberikan seruan kepada pemerintah Indonesia untuk memperpanjang insentif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 6,5 per MMBTU. Kebijakan ini dianggap sangat vital untuk menjaga daya saing dan pertumbuhan industri kaca tanah air.
Ketua APGI, Henry T. Susanto, menyatakan bahwa perpanjangan HGBT akan membawa dampak positif bagi industri kaca. ‘’Selama kebijakan ini diterapkan, sektor ini telah mengalami peningkatan dalam hal utilisasi dan masuknya investasi dari para pelaku usaha. Kebijakan HGBT memang diperlukan agar Indonesia bisa bersaing kompetitif dengan negara lain,'' ujar Henry di Jakarta pada Rabu 13 Desember 2024.
Mendorong Ekspansi dan Pertumbuhan
Henry menambahkan, kepastian terhadap kebijakan HGBT akan mendorong utilisasi produksi industri gelas kaca, sehingga para produsen akan lebih leluasa dalam melakukan ekspansi bisnis. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa industri kaca dapat terus berkembang dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Dengan begitu, para produsen gelas kaca menjadi lebih leluasa untuk melakukan ekspansi bisnis," terang Henry.
APGI mengharapkan kebijakan HGBT dapat direalisasikan secara penuh agar seluruh manfaat yang ada bisa dirasakan secara optimal oleh industri kaca. Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan kemudahan usaha, termasuk HGBT, diyakini sebagai kunci utama bagi industri ini untuk bertumbuh.
Tuntutan Penyelesaian Gangguan Pasokan Gas
Namun, di samping memperpanjang insentif HGBT, APGI juga menyoroti masalah serius terkait pasokan gas. Saat ini, para anggota APGI hanya mendapatkan pasokan gas rata-rata 65% dari volume kontrak yang telah disepakati. Gangguan ini, menurut Henry, perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, terutama dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).''Kami meminta campur tangan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk menyelesaikan masalah gangguan supply gas yang telah berlarut-larut tanpa solusi''tegas Henry.
Permasalahan ini memaksa beberapa anggota APGI untuk mengurangi produksi atau membayar biaya gas dengan harga yang lebih tinggi. Kondisi ini diperparah oleh perbedaan kuota gas di berbagai daerah, yang menyebabkan variasi harga rata-rata."Kuota gas di tiap daerah juga berbeda, sehingga menyebabkan harga rata-rata yang berbeda per daerah. Ini sangat berbahaya karena akan menciptakan kompetisi yang tidak sehat,"ungkap Henry.
Pemerintah Diharapkan Respon Cepat
Dalam upaya mencari solusi, APGI telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian ESDM. Namun, hingga saat ini, mereka belum mendapatkan tanggapan konkret. Dukungan dari pemerintah, menurut APGI, sangat diperlukan untuk memastikan stabilitas dan kemajuan industri kaca di Indonesia, serta untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik.
Industri kaca merupakan bagian penting dalam perekonomian Indonesia, tidak hanya dari segi produksi tetapi juga dari aspek pekerjaan yang tercipta. Oleh karena itu, penguatan sektor ini melalui kebijakan yang tepat diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai langkah selanjutnya, APGI akan terus mengupayakan dialog dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan terwujudnya kebijakan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak—industri dan pemerintah. Dengan adanya kerjasama yang baik, diharapkan sektor kaca Indonesia tidak hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang pesat di pasar internasional.
Potensi Masa Depan Industri Kaca
Secara keseluruhan, dukungan insentif dan penyelesaian masalah pasokan gas tidak hanya relevan untuk masa kini tetapi juga untuk keberlanjutan industri kaca di masa depan. Hal ini penting agar Indonesia dapat mempertahankan daya saingnya di kancah global, sekaligus menciptakan lapangan kerja lebih luas bagi masyarakat tanah air. Dengan kebijakan yang tepat, industri kaca bisa menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi Indonesia di era industri 4.0.