JAKARTA – Kurangnya regulasi dan panduan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang lengkap di Indonesia mengakibatkan perusahaan nikel di tanah air menghadapi tantangan operasional yang signifikan. Hal ini diungkapkan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dalam sebuah diskusi terbatas yang bertajuk "Menuju Rantai Pasok Nikel yang Lebih Bertanggung Jawab untuk Mendukung Transisi Energi Indonesia".
Ketidaklengkapan Aturan ESG di Indonesia
Di tengah meningkatnya perhatian global terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan, penerapan standar ESG telah menjadi faktor penting bagi perusahaan, termasuk di sektor pertambangan. Sayangnya, di Indonesia, kebijakan ESG belum sepenuhnya diintegrasikan dalam regulasi nasional. "Jika kita pisahkan masing-masing elemen ESG, sebenarnya sudah ada aturan yang terpisah di setiap kementerian. Namun, jika ditanya mengenai aturan paket ESG yang komprehensif, sampai sekarang belum ada," ungkap Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Umum APNI.
Menurut Meidy, meskipun aturan terkait pertambangan dan corporate social responsibility (CSR) sudah ada, belum ada standar terpadu yang dapat memandu perusahaan menjalankan operasional mereka sesuai prinsip ESG. "Standar ESG secara terpadu belum diterapkan pemerintah," tambah Meidy.
Dampak Bagi Perusahaan
Ketiadaan aturan dan panduan yang jelas ini menyebabkan perusahaan nikel mengalami kesulitan dalam menjalankan operasi mereka. Salah satu kendala terbesar adalah kurangnya insentif dari pemerintah yang mendukung pelaksanaan ESG. "Harga nikel berbasis ESG dan non-ESG masih sama. Jadi, bagi pengusaha, lebih menguntungkan untuk memilih yang biaya produksinya lebih rendah," lanjut Meidy.
Ketiadaan perbedaan harga antara produk nikel yang memenuhi standar ESG dan yang tidak, membuat perusahaan lebih memilih metode produksi dengan biaya yang lebih kecil, yang seringkali mengabaikan standar keberlanjutan. Hal ini tentunya menghambat upaya transisi menuju praktik pertambangan yang lebih bertanggung jawab.
Perbedaan Karakteristik Penambangan
Lebih lanjut, Meidy juga menggarisbawahi bahwa perbedaan karakteristik proses penambangan di Indonesia dibandingkan dengan negara lain, terutama Eropa, menambah kompleksitas penerapan ESG. Karakteristik unik dari sumber daya dan metode penambangan di Indonesia menuntut pendekatan yang berbeda, yang sayangnya belum sepenuhnya diakomodasi oleh kebijakan nasional.
Potensi Solusi
Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan langkah nyata dari pemerintah untuk menyusun dan mengimplementasikan regulasi ESG yang komprehensif dan mendorong praktik penambangan yang bertanggung jawab. "Ketika aturan ESG yang lengkap dan integratif ini diterapkan, barulah perusahaan dapat lebih fokus pada keberlanjutan tanpa merasa dirugikan secara ekonomis," ujar Meidy.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan pemberian insentif bagi perusahaan yang berkomitmen untuk menerapkan standar ESG, termasuk perbedaan harga pasar bagi produk yang memenuhi standar tersebut. Hal ini tidak hanya akan memotivasi perusahaan untuk meningkatkan operasional mereka dalam vala ESG, tetapi juga mendorong investasi di sektor pertambangan yang lebih ramah lingkungan.
Tantangan Ke Depan
Terlepas dari tantangan yang ada, komitmen Indonesia untuk mendukung transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan harus diiringi dengan regulasi yang mendukung. ESG tidak hanya sekadar tuntutan global, tetapi sebuah keharusan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan sosial dalam aktivitas industri.
Proses ini tidak hanya menuntut kerjasama lintas sektoral antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, tetapi juga inovasi dalam metode penambangan dan pengelolaan sumber daya yang lebih efisien dan bertanggung jawab.
Diskusi tentang ESG di sektor nikel ini diharapkan dapat mendorong percepatan regulasi yang lebih robust, sehingga kedepannya industri pertambangan di Indonesia dapat menjadi contoh dari keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan daya saing di pasar global, tetapi juga memastikan bahwa kekayaan alam yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.