JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya ditopang oleh sektor industri dan perdagangan, tetapi juga dari pembangunan perumahan yang semakin mendapat perhatian
Sektor ini dinilai memberikan efek berganda yang luas, baik terhadap penyediaan hunian maupun terhadap industri pendukung lainnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan, perumahan memiliki peran strategis dalam mendorong laju ekonomi. Menurutnya, kontribusi sektor ini nyata karena mampu menggerakkan berbagai lini usaha, mulai dari material bangunan, furnitur, hingga jasa konstruksi.
“Bangunan rumah tempat tinggal memiliki efek berganda sebesar 1,9 poin terhadap perekonomian. Artinya, tambahan Rp1 juta di sektor ini dapat menciptakan dampak ekonomi sebesar Rp1,9 juta,” ujar Amalia saat menghadiri peluncuran program penguatan ekosistem perumahan dan KUR Perumahan di Sabuga Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Pembangunan perumahan, lanjut Amalia, bukan hanya sekadar penyediaan hunian layak bagi masyarakat. Kehadirannya membawa dampak lanjutan yang signifikan terhadap roda perekonomian nasional. Sektor bahan bangunan, misalnya, ikut terdorong karena meningkatnya permintaan dari proyek-proyek perumahan.
Begitu juga industri furnitur dan jasa konstruksi yang tumbuh beriringan dengan meningkatnya pembangunan rumah. Dengan demikian, perumahan bisa disebut sebagai salah satu motor penggerak ekonomi yang efektif dan berkelanjutan.
Data terbaru dari BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan kabar baik. Angka backlog atau kekurangan rumah turun menjadi 9,6 juta rumah tangga, dari sebelumnya 9,9 juta. Penurunan ini menunjukkan program pemerintah mulai memberi hasil nyata.
“Ini menunjukkan program perumahan pemerintah mulai memberikan dampak. Ada penurunan backlog, dan itu kami buktikan lewat data,” kata Amalia menekankan.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa data BPS dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam merancang kebijakan perumahan yang lebih tepat sasaran. Dengan data tunggal sosial ekonomi nasional, pemerintah pusat maupun daerah bisa mengidentifikasi secara detail siapa saja yang belum memiliki rumah dan di mana mereka berada.
“Dengan data tunggal sosial ekonomi nasional, pemerintah pusat dan daerah bisa mengetahui siapa dan di mana yang membutuhkan intervensi,” ujar Amalia.
Kondisi perumahan di Jawa Barat menjadi sorotan khusus. Menurut Amalia, provinsi ini masih memiliki jutaan rumah tangga yang belum memiliki hunian layak. Oleh karena itu, optimalisasi program perumahan di wilayah ini sangat penting untuk mengurangi backlog sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain sektor perumahan, kinerja ekonomi Jawa Barat sendiri dinilai cukup positif. Pada triwulan II-2025, pertumbuhan ekonomi di provinsi ini mencapai 5,23 persen, lebih tinggi dibandingkan capaian nasional. Hal ini menunjukkan Jawa Barat memiliki daya dorong signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
“Jawa Barat juga berkontribusi 12,8 persen terhadap perekonomian nasional. Ini menunjukkan peran penting provinsi ini dalam menjaga stabilitas ekonomi,” jelas Amalia.
Selain pertumbuhan, tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga mengalami perbaikan. BPS mencatat tingkat kemiskinan turun menjadi 7,02 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional. Dalam satu tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat berkurang sekitar 193 ribu orang.
“Jawa Barat menjadi provinsi kedua terbesar yang berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin, setelah Jawa Timur,” tambahnya.
Capaian tersebut semakin menegaskan bahwa sektor perumahan dan kebijakan pembangunan daerah berjalan seiring. Ketika pembangunan hunian berjalan baik, industri pendukung akan berkembang, daya beli meningkat, dan pada akhirnya menekan angka kemiskinan.
Ke depan, pemerintah diharapkan terus memperkuat program perumahan, baik melalui KUR Perumahan maupun ekosistem pendukung lainnya. Dengan langkah terarah dan berbasis data, penurunan backlog bisa dipercepat sehingga lebih banyak masyarakat yang memperoleh akses pada hunian layak.
Efek jangka panjang dari pembangunan perumahan tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh perekonomian secara menyeluruh. Setiap rupiah yang diinvestasikan dalam sektor ini akan melipatgandakan nilai tambah di berbagai lini industri.
Dengan demikian, sektor perumahan patut disebut sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional. Selain menekan kekurangan rumah, sektor ini juga berkontribusi pada penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.